Resep Ayam Saksang
Bulan lalu, rekan kantor saya, Tedjo, yang memiliki perkebunan alpukat di Salatiga berbagi hasil kebunnya yang sedang panen raya. Lima buah alpukat mentega yang masing-masing buahnya berukuran cukup jumbo diberikan dalam sebuah kantung plastik. Saya pernah mencicipi alpukatnya sebelumnya ketika tahun lalu sedang panen juga, sayangnya pada saat itu panen sudah di penghujung akhir sehingga alpukat yang tersisa hanya yang berukuran kecil. Walau ukurannya kecil-kecil namun tekstur buahnya yang creamy dan legit menutupi kekurangan itu. Saya akui rasanya lezat namun tidak terlalu spektakuler. Kini alpukat yang diberikan adalah yang berada pada kondisi prima, buahnya besar-besar, mulus dan sangat tua, dibiarkan sehari saja di suhu ruang teksturnya sudah empuk dan pas disantap.
Ketika menikmati buahnya di rumah, saya takjub dengan cantiknya daging buah yang berwarna kuning cerah. Bersih, tidak ada sedikit pun lubang ulat, tidak ada juga serat kehitaman yang mengganggu, bahkan bijinya pun mulus. Kulitnya super mudah dilepaskan dari dagingnya, seperti saat kita hendak mengupas pisang. Ketika mencicipinya pertama kali saya langsung mengerang keras, "Alpukat terlezat yang pernah gue makan," komen saya langsung ketika bertemu dengan Tedjo keesokan harinya di kantor. Swear, baru kali ini saya menyantap alpukat yang rasanya super creamy, berlemak, lembut dengan rasa gurih kuat dan rasa manis yang samar-samar. Saya bahkan tidak mencampurnya dengan telur rebus, atau bahan lainnya sebagaimana biasa saya menyantap alpukat, takut mencemari rasa aslinya yang mantap.
Ketika menikmati buahnya di rumah, saya takjub dengan cantiknya daging buah yang berwarna kuning cerah. Bersih, tidak ada sedikit pun lubang ulat, tidak ada juga serat kehitaman yang mengganggu, bahkan bijinya pun mulus. Kulitnya super mudah dilepaskan dari dagingnya, seperti saat kita hendak mengupas pisang. Ketika mencicipinya pertama kali saya langsung mengerang keras, "Alpukat terlezat yang pernah gue makan," komen saya langsung ketika bertemu dengan Tedjo keesokan harinya di kantor. Swear, baru kali ini saya menyantap alpukat yang rasanya super creamy, berlemak, lembut dengan rasa gurih kuat dan rasa manis yang samar-samar. Saya bahkan tidak mencampurnya dengan telur rebus, atau bahan lainnya sebagaimana biasa saya menyantap alpukat, takut mencemari rasa aslinya yang mantap.
Minggu berikutnya, Tedjo membuat woro-woro, siapa yang mau membeli alpukat bisa mengajukan pemesanan dan buah akan dikirimkan ketika panen tiba beberapa hari berikutnya. Saya langsung memesan lima kilogram (dan menyesal mengapa tidak memesan sepuluh kilogram sekaligus), Mbak Mirah dan Pak Kus, rekan kantor lainnya, masing-masing memesan lima kilogram. Tedjo berjanji buah yang dipanen kali ini akan lebih bagus dari tester sebelumnya, karena lokasi tanamnya berbeda. "Pohon alpukat yang ini ditanam di area berbeda, rasanya paling enak dibanding pohon lainnya di kebun. Lagipula kali ini benar-benar pilihan, saya sengaja bilang sama yang ngerawat supaya dipilihkan yang bagus" Wah kalau yang kemarin saja sudah terasa begitu lekker bagaimana yang sekarang? Kami semua tak sabar menunggu buah tersebut datang.
Minggu depannya, tiga kantung besar berisi masing-masing lima kilogram alpukat tiba. Beberapa bahkan sudah matang sehingga bisa langsung dimakan hari itu. Semua buah tampilannya super mulus, tidak ada bercak ataupun lubang dipermukaan kulitnya. Setengahnya langsung saya kirimkan ke adik saya, Wiwin, melalui GoSend. Malamnya, adik saya langsung mengirimkan WA, "Beli alpukat dimana? Ya Allah, itu alpukat terenak yang pernah aku makan!" Saya ngakak membacanya, "Jauh, dari Salatiga dan sudah habis masa panennya," jawab saya. "Ya sudah, kita beli saja bibitnya, boleh nggak?" Kembali saya tertawa, adik saya selalu bercita-cita menanam aneka tanaman buah unggul di halaman rumahnya, lupa jika rumah cluster-nya hanya punya secuplik taman yang telah penuh dengan beberapa batang pisang, pohon jambu klutuk, kedondong mini, dan aneka tanaman hias lainnya.
Tapi ide menanam alpukat bagus juga, dan mengingat ini adalah alpukat terlezat didunia (wokeh saya katakan terlezat didunia, karena dari sekian banyak pengalaman saya mencicipi alpukat maka ini adalah yang paling enak) sepertinya harus dikembangbiakkan. Jadi saya bertanya pada Tedjo, "Apakah boleh dibeli bibitnya?" Jawabannya sudah bisa ditebak, "Susah bawa pohonnya, jauh, dan mobil gak muat. Udah, ntar kalau panen lagi akan diumumkan dan boleh pesan sebanyak-banyaknya ya." Okeh deh kakak. Gagal mendapatkan bibitnya saya tidak patah semangat, masih ada bijinya kan? Walau bibit dari biji kualitasnya bisa melenceng jauh dari emaknya, dan tentu saja membutuhkan waktu lama hingga pohon berbuah, namun tidak ada ruginya dicoba. Walau jika dipikir-pikir seram juga membayangkan punya sebatang pohon alpukat besar dihalaman dan tak kunjung berbuah walau ditanam bertahun-tahun lamanya.
Nah berbicara mengenai menanam buah dari bijinya, asisten rumah tangga kakak saya di Batam punya pengalaman mantap. Rupini berhasil menanam biji nangka dari buah yang dibeli di supermarket dan hanya membutuhkan waktu tiga tahun hingga berhasil memberikan buah lezat manis yang sama dengan nangka yang dulu dibeli. Selain nangka, jambu cincalo putih juga berhasil ditanam dihalaman rumah kakak, dan setelah tiga tahun berbuah lebat, padahal tanamannya hanya setinggi satu setengah meter saja. Jadi mungkin alpukat kali ini pun akan sama, who knows?
Lima buah biji alpukat lantas saya kubur dalam tanah di dalam pot yang banyak tersebar di halaman rumah Pete. Sialnya keesokan harinya kelima biji alpukat itu keluar dari kuburannya karena dikorek tikus dan digerogoti lapisan luarnya yang masih mengandung daging buah. Tidak patah semangat, saya tanam kembali dan kali ini lebih dalam dari sebelumnya. Tikus adalah musuh utama yang membuat semangat berkebun saya drop total, bahkan biji alpukat pun diserang. Ragu dengan tingkat keberhasilan biji-biji alpukat yang ditanam di tanah, saya lantas bereksperimen menanam 7 biji lainnya. Kali ini dengan metode direndam air yang banyak dibagikan caranya di You Tube.
Caranya mudah, biji alpukat ditancapkan 4 batang tusuk gigi di bagian sisinya, kemudian buah diletakkan ke dalam mangkuk kecil berisi air dengan setengah bagian biji alpukat terendam, tusuk gigi berfungsi sebagai penyangga. Mangkuk-mangkuk kecil ini saya tata berjajar di jendela dekat cucian piring yang mendapatkan sedikit sinar matahari dari teras belakang. Setiap tiga hari sekali air rendaman saya ganti. Hasilnya, enam butir biji menumbuhkan tunasnya bahkan ada yang dalam 1 biji menumbuhkan dua tanaman sekaligus. Kini saya pusing tujuh keliling dengan seluruh tanaman alpukat kecil yang berjajar di tepian jendela, apalagi ternyata biji-biji alpukat yang saya tanam di dalam pot juga berhasil menumbuhkan pohon alpukat mini dengan suburnya. Nah pertanyaannya sekarang adalah akan saya apakan sembilan batang bibit alpukat ini? 😄
Kembali ke resep kali ini. Ayam saksang ini salah satu masakan Batak yang saya cicipi ketika berkunjung ke resto Bonga Bonga di Cipete Raya. Aslinya masakan ini menggunakan darah ayam didalam bumbunya sehingga sering disebut dengan ayam darah (ayam gota). Darah membuat masakan menjadi berwarna kemerahan. Di resto Bonga Bonga, karena versi halal maka menggunakan hati sapi atau hati ayam yang dihaluskan dan dicampurkan ke dalam bumbu. Terus terang saya kurang suka dengan rasa hati yang khas didalam masakan, untungnya resep dari Kak Butet yang saya peroleh dari Mbak Fina ini menggunakan versi lainnya. Pengganti darah dan hati sapi adalah kelapa parut sangrai yang ditumbuk, hasilnya menjadi mirip dengan rendang Padang. Rasa ayam saksang ini super gurih dan sedap, proses memasaknya pun sangat mudah.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Caranya mudah, biji alpukat ditancapkan 4 batang tusuk gigi di bagian sisinya, kemudian buah diletakkan ke dalam mangkuk kecil berisi air dengan setengah bagian biji alpukat terendam, tusuk gigi berfungsi sebagai penyangga. Mangkuk-mangkuk kecil ini saya tata berjajar di jendela dekat cucian piring yang mendapatkan sedikit sinar matahari dari teras belakang. Setiap tiga hari sekali air rendaman saya ganti. Hasilnya, enam butir biji menumbuhkan tunasnya bahkan ada yang dalam 1 biji menumbuhkan dua tanaman sekaligus. Kini saya pusing tujuh keliling dengan seluruh tanaman alpukat kecil yang berjajar di tepian jendela, apalagi ternyata biji-biji alpukat yang saya tanam di dalam pot juga berhasil menumbuhkan pohon alpukat mini dengan suburnya. Nah pertanyaannya sekarang adalah akan saya apakan sembilan batang bibit alpukat ini? 😄
Kembali ke resep kali ini. Ayam saksang ini salah satu masakan Batak yang saya cicipi ketika berkunjung ke resto Bonga Bonga di Cipete Raya. Aslinya masakan ini menggunakan darah ayam didalam bumbunya sehingga sering disebut dengan ayam darah (ayam gota). Darah membuat masakan menjadi berwarna kemerahan. Di resto Bonga Bonga, karena versi halal maka menggunakan hati sapi atau hati ayam yang dihaluskan dan dicampurkan ke dalam bumbu. Terus terang saya kurang suka dengan rasa hati yang khas didalam masakan, untungnya resep dari Kak Butet yang saya peroleh dari Mbak Fina ini menggunakan versi lainnya. Pengganti darah dan hati sapi adalah kelapa parut sangrai yang ditumbuk, hasilnya menjadi mirip dengan rendang Padang. Rasa ayam saksang ini super gurih dan sedap, proses memasaknya pun sangat mudah.
Berikut resep dan prosesnya ya.
Ayam Saksang
Resep diadaptasikan dari Kak Butet
Resep diadaptasikan dari Kak Butet
Untuk 1 ekor ayam
Tertarik dengan resep a la Batak lainnya? Silahkan klik link dibawah ini ya:
Gulai Daun Ubi Tumbuk
Arsik Ikan Mas
Tertarik dengan resep a la Batak lainnya? Silahkan klik link dibawah ini ya:
Gulai Daun Ubi Tumbuk
Arsik Ikan Mas
Bahan:
- 1 ekor ayam kampung (saya pakai ayam pejantan)
potong sesuai selera
- 250 gram kelapa setengah tua parut
- 400 ml air
Bumbu dihaluskan:
- 2 sendok makan andaliman (merica Batak)
- 8 siung bawang merah
- 4 siung bawang putih
- 2 batang serai, ambil bagian putihnya saja
- 2 cm jahe
- 3 cm kunyit
- 3 cm lengkuas
- 5 buah cabai merah keriting
- 8 buah cabai rawit merah
Bumbu lain:
- 2 sendok makan minyak untuk menumis
- 4 lembar daun jeruk purut
- 1/2 sendok makan ketumbar bubuk
- 2 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula pasir
Cara membuat:
Siapkan ayam, potong sesuai selera. Beri 1 sendok makan garam dan air perasan 1 butir jeruk nipis. Remas-remas, diamkan selama 20 menit, cuci hingga bersih. Sisihkan.
Siapkan kelapa parut, masukan ke wajan. Sangrai sambil diaduk-aduk hingga kelapa berubah coklat gelap. Selalu aduk selama disangrai agar kelapa matang merata dan tidak gosong. Angkat, biarkan hingga dingin. Tumbuk hingga halus atau masukkan ke blender dan proses hingga halus. Sisihkan.
Siapkan wajan, panaskan 2 sendok makan minyak. Tumis bumbu halus dan ketumbar bubuk hingga harum dan matang. Masukkan daun jeruk purut, aduk dan tumis hingga daun layu. Masukkan ayam, aduk rata. Masak selama 5 menit hingga ayam tampak berubah pucat.
Masukkan air dan kelapa tumbuk, aduk rata. Masak hingga ayam matang dan kuah menyusut habis. Jika kuah habis tetapi ayam belum empuk, tambahkan sedikit air panas dan masak hingga kuah habis.
Masukkan air dan kelapa tumbuk, aduk rata. Masak hingga ayam matang dan kuah menyusut habis. Jika kuah habis tetapi ayam belum empuk, tambahkan sedikit air panas dan masak hingga kuah habis.
Masukkan gula dan garam, aduk rata. Cicipi rasanya, sesuaikan asinnya, angkat dan sajikan.
0 Response to "Resep Ayam Saksang"
Post a Comment