Resep Ayam Bacem
Ayam bacem selalu membuat saya teringat dengan Jogya. Kota adem ayem yang penuh memori mengesankan, kala berjuang dibangku kuliah dengan uang saku pas-pasan. Kampus saya dulu terletak di wilayah Condong Catur, dan saya pun 'ngekos' didaerah yang sama. Ada satu warung ayam bacem goreng bernama Mbok Kromo di dekat Institut Pertanian Jogya (Instiper) yang selalu, dan selalu menduduki peringkat pertama 'makanan yang wajib dibeli kala uang kiriman dari Bapak tiba'. Ayam bacemnya gurih, dengan bumbu meresap ke setiap serat daging, ukurannya besar (saya selalu memesan bagian dada supaya lebih besar porsinya), dan taste manisnya pas dengan selera saya. Sayang harganya cukup mahal untuk anak kuliahan berkantung cekak seperti saya waktu itu, jadi ayam Mbok Kromo hanya hadir beberapa bulan sekali saja. Rasa ayam bacem Mbok Kromo ini selalu menjadi acuan saya kala memasak bacem sendiri di rumah, entah itu ayam, paru, telur, atau tempe dan tahu.
Teringat dengan Jogya, membuat ingatan saya kembali ke jaman saat masih ngekos. Begitu banyak suka duka tinggal di rumah kos, mulai dari Ibu kos yang super juthek, teman kos yang unik, hingga pengalaman lucu yang akan saya ceritakan berikut ini. Karena saya kos di dekat kampus Instiper (saya tidak berkuliah disana), hampir mayoritas anak-anak kos mengambil jurusan Pertanian atau Kehutanan, sama dengan jurusan yang saya ambil yaitu Budidaya Pertanian. Asyiknya ngekos dengan rekan-rekan sejurusan adalah kami memiliki minat yang hampir sama, apalagi jika bukan tentang tanam-tanaman, sehingga pembicaraan bisa nyambung sekaligus bisa bertukar pikiran. Saat itu hari weekend, saya dan beberapa anak kos sedang duduk di kamar Santi, salah satu teman kos yang akrab dengan saya. Kami mengobrol mengenai perawatan kecantikan dari bahan-bahan alami. Mengapa bahan alami? Karena murah, bisa ditemukan disekitar rumah dan tidak ada efek samping ketika diaplikasikan. Hm, sebenarnya murah lebih menduduki alasan utama.
Salah satu rekan kos saya, bernama Gathik, mengeluhkan rambutnya yang sering rontok dan memang terlihat menipis di bagian tengah kepala. Kami kemudian membahasnya hingga berbusa-busa, dan berdasarkan artikel sebuah majalah (saat itu internet belum dikenal) daun waru mujarab untuk menebalkan rambut dan mencegah kerontokan. "Pohon waru bukannya banyak dipinggiran jalan menuju ke kosan ya?" Tanya Santi, kami semua mengiyakan. Rumah kos kami waktu itu terletak di area yang masih penuh kebun dan sawah, sehingga aneka tanaman banyak ditanam di tepian jalan. "Ayo dicoba saja pakai daun waru. Caranya gimana?" Tanya Gathik bersemangat. Saya lantas menjelaskan daun perlu diremas-remas hingga hancur, air saringannya dipakai sebagai masker rambut. Sore itu juga ketika mentari tidak begitu terik, kami semua berjalan ke kebun di sebelah rumah.
Pohon waru adalah tanaman penghijauan yang umum ditanam di pedesaan. Mudah tumbuh dengan cepat, tajuknya rimbun, dan daunnya bisa dipakai untuk makanan ternak. Kami lantas memanen beberapa helai daun muda, membawanya pulang dan mulai beraksi membuat masker. Waru yang termasuk keluarga Malvaceae dan masih bersaudara dengan kembang sepatu ini memiliki tekstur berlendir ketika daunnya diremas. Hasilnya adalah semangkuk cairan kental seperti lendir yang membuat Gathik ngeri memandangnya. "Yakin Mba kaya gini hasil maskernya?" Tanyanya mulai ragu. "Iya, kan mirip kaya daun kembang sepatu kalau diremas, Tik," jawab saya segera, mencegah Gathik menolak menggunakan masker dan menggagalkan eksperimen hari itu. Terus terang saya penasaran juga dengan khasiat masker daun waru di kulit kepala. Santi tidak berkomentar banyak, hanya tertawa-tawa melihat mata Gathik yang tak berkedip menatap mangkuk masker.
"Mau pakai nggak? Kalau nggak kita buang saja nih," ujar saya mulai menyesali daun-daun waru yang tersia-sia. "Pakai dong, masak nggak sih. Apa sih efek sampingnya? Ini kan bahan alami, jadi nggak mungkin ada efek samping," jawab Gathik yakin. Saya dan Santi langsung mengoleskan masker tersebut kekulit kepala Gathik hingga rambutnya basah kuyup. "Diamkan 1 jam, bungkus dulu pakai handuk biar gak berleleran," saran Santi. Belum satu jam berlalu, mungkin hanya 30 menit, Gathik mengeluh pelipisnya terasa gatal. "Kok rasanya gatal-gatal begini ya, di kepala dan leher juga," katanya sambil sibuk menggaruk-garuk lehernya. Kami lantas mendekat, mengecek dan betapa terperanjatnya saya melihat muka dan leher Gathik memerah dan penuh bentol-bentol sebesar kacang tanah. "Tik, keluar bentol-bentol banyak banget"! Tukas Santi panik. Gathik kabur ke kamar mandi dan mencuci rambutnya.
"Mau pakai nggak? Kalau nggak kita buang saja nih," ujar saya mulai menyesali daun-daun waru yang tersia-sia. "Pakai dong, masak nggak sih. Apa sih efek sampingnya? Ini kan bahan alami, jadi nggak mungkin ada efek samping," jawab Gathik yakin. Saya dan Santi langsung mengoleskan masker tersebut kekulit kepala Gathik hingga rambutnya basah kuyup. "Diamkan 1 jam, bungkus dulu pakai handuk biar gak berleleran," saran Santi. Belum satu jam berlalu, mungkin hanya 30 menit, Gathik mengeluh pelipisnya terasa gatal. "Kok rasanya gatal-gatal begini ya, di kepala dan leher juga," katanya sambil sibuk menggaruk-garuk lehernya. Kami lantas mendekat, mengecek dan betapa terperanjatnya saya melihat muka dan leher Gathik memerah dan penuh bentol-bentol sebesar kacang tanah. "Tik, keluar bentol-bentol banyak banget"! Tukas Santi panik. Gathik kabur ke kamar mandi dan mencuci rambutnya.
Ketika dia keluar dari kamar mandi, bukan hanya sekujur wajah dan leher yang penuh bentol kemerahan, tetapi juga sekujur lengannya. "Aduh gatal banget, gimana nih! Kok jadi begini?" tanyanya panik. Perlahan namun pasti bentol-bentol itu semakin melebar, wajahnya membengkak hingga bahkan pelupuk matanya tidak bisa dibuka. Dasar anak kuliahan gokil, bukannya sibuk mencari pertolongan, saya dan Santi tertawa ngakak hingga berguling-guling di lantai memegang perut yang terasa sakit. Malam itu seisi kos heboh, bahkan Ibu kos datang untuk mengecek dan menyarankan mengompres bengkak dengan abu panas. Kakak cowok Gathik akhirnya datang menjemput adiknya dan membawanya ke dokter. Perawatan abal-abal dari bahan alami ternyata tidak selamanya aman, dan sejak itu Gathik super paranoid jika bertemu dengan pohon waru. 😆
Kembali ke postingan kali ini. Resep ini sama seperti ayam bacem yang pernah saya share sebelumnya. Sudah lama lauk ini tidak dieksekusi, dan kali ini dibuat untuk stock makanan kala sahur. Rasanya yang manis pas bersanding dengan sambal goreng kentang yang saya share sebelumnya disini. Tips sedap membuat bacem adalah menggunakan air kelapa untuk merebus, gula aren, ketumbar serta lengkuas dan daun salam yang banyak. Berikut resep dan prosesnya ya.
Kembali ke postingan kali ini. Resep ini sama seperti ayam bacem yang pernah saya share sebelumnya. Sudah lama lauk ini tidak dieksekusi, dan kali ini dibuat untuk stock makanan kala sahur. Rasanya yang manis pas bersanding dengan sambal goreng kentang yang saya share sebelumnya disini. Tips sedap membuat bacem adalah menggunakan air kelapa untuk merebus, gula aren, ketumbar serta lengkuas dan daun salam yang banyak. Berikut resep dan prosesnya ya.
Ayam Bacem
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 1 ekor ayam (4 s/d 8 potong ayam bacem)
Tertarik dengan masakan ayam lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Simple Orange Chicken
Sate Ayam Saus Selai Kacang
Gulai Ayam a la My Mom
Bahan:
Tertarik dengan masakan ayam lainnya? Silahkan klik link dibawah ini:
Simple Orange Chicken
Sate Ayam Saus Selai Kacang
Gulai Ayam a la My Mom
Bahan:
- 1 ekor ayam
- 1 liter air kelapa (bisa menggunakan air biasa)
Bumbu dihaluskan:
- 1 1/2 sendok makan ketumbar sangrai
- 3/4 sendok teh jinten
- 6 siung bawang merah
- 4 siung bawang putih
Bumbu lainnya:
- 70 gram gula aren, sisir
- 1 sendok makan gula pasir
- 1 sendok makan garam atau tergantung selera
- 2- 3 sendok makan air asam jawa yang kental
- 2 potong besar lengkuas, masing-masing sepanjang 3 cm, pipihkan
- 6 lembar daun salam yang masih segar
- 6 sendok makan kecap manis
Cara membuat:
- 1 liter air kelapa (bisa menggunakan air biasa)
Bumbu dihaluskan:
- 1 1/2 sendok makan ketumbar sangrai
- 3/4 sendok teh jinten
- 6 siung bawang merah
- 4 siung bawang putih
Bumbu lainnya:
- 70 gram gula aren, sisir
- 1 sendok makan gula pasir
- 1 sendok makan garam atau tergantung selera
- 2- 3 sendok makan air asam jawa yang kental
- 2 potong besar lengkuas, masing-masing sepanjang 3 cm, pipihkan
- 6 lembar daun salam yang masih segar
- 6 sendok makan kecap manis
Cara membuat:
Siapkan ayam, gosok permukaan ayam dan rongga perutnya dengan garam kasar hingga ayam terasa kesat. Cuci bersih, potong ayam menjadi 4 - 8 bagian. Tiriskan, letakkan di mangkuk, lumuri ayam dengan 4 sendok makan kecap manis.
Siapkan panci, masukkan air kelapa, bumbu halus, gula, garam, air asam jawa, lengkuas, daun salam, dan sisa kecap. Aduk rata. Rebus hingga mendidih. Masukkan ayam hingga terendam. Tutup panci dan rebus hingga kuah hampir habis, ayam matang dan bumbu terserap hingga ke dalam. Matikan kompor, tiriskan ayam.
Siapkan wajan, beri minyak agak banyak dan panaskan. Goreng ayam sebentar saja karena gula membuat ayam mudah gosong. Angkat dan tiriskan. Sajikan dengan nasi hangat dan sambal terasi goreng. Untuk sambal terasi goreng resepnya bisa dicek pada link disini.
Siapkan panci, masukkan air kelapa, bumbu halus, gula, garam, air asam jawa, lengkuas, daun salam, dan sisa kecap. Aduk rata. Rebus hingga mendidih. Masukkan ayam hingga terendam. Tutup panci dan rebus hingga kuah hampir habis, ayam matang dan bumbu terserap hingga ke dalam. Matikan kompor, tiriskan ayam.
Siapkan wajan, beri minyak agak banyak dan panaskan. Goreng ayam sebentar saja karena gula membuat ayam mudah gosong. Angkat dan tiriskan. Sajikan dengan nasi hangat dan sambal terasi goreng. Untuk sambal terasi goreng resepnya bisa dicek pada link disini.
0 Response to "Resep Ayam Bacem"
Post a Comment